07 September 2008

Waspadai Remaja Berprilaku Menyimpang

RUPANYA di negeri kita, geliat kehidupan kaum homoseks nggak lagi underground (sesuatu yang rahasia). Beberapa diskotek di kota-kota besar di Indonesia pun nggak risih bikin acara
khusus gay dan lesbian setiap minggunya. Acaranya pun begitu variatif, Fashion Show, cowok berbadan atletis, pemilihan cowok-cewek trendi, pemilihan cowok berondong, sampe
acara tahunan Miss Universe waria. Di luar negeri, kaum homoseks kerap kali berparade alias karnaval buat mendapatkan pengakuan atas eksistensi mereka. Di Berlin, sebuah kota dengan komunitas gay terbesar di Eropa, ada perayaan Christopher Street Day alias hari kaum gay. Di Amsterdam, Belanda, yang dijuluki Gay Capital of The World (ibukota dunia gay), terdapat Gay Pride Amsterdam. Bahkan, beberapa tahun kemarin ada Festival Natio-ns’04, yang merupakan festival kaum homoseks dari tanggal 7-9 Agustus 2004 di Singapura.
Secara naluriah, manusia punya ketertarikan seksual terhadap lawan jenisnya, yang dalam dunia kedokteran dikenal dengan istilah heteroseks alias normal. Cowok kesengsem ama cewek pujaan hatinya. Gitu juga sebaliknya. Tapi ternyata, ada orang yang justru (lebih) tertarik pada orang-orang sejenis. Cowok yang tertarik pada sesama kaum Adam disebut gay, cewek tertarik pada sesama kaum Hawa disebut lesbian, dan bila menyukai kedua-duanya maka di- sebut AC-DC alias bi- seksual .
Inilah yang kemudian dikelompokkan dalam kaum homoseks. Ama lawan jenis oke, dengan sesama jenis juga nggak masalah. Kemaruk banget ya? Apa Penyebabnya Para ahli psikolog atau kedokteranpun keteteran dalam menjelaskan penyebab orang jadi gay, lesby, ataupun biseksual. Kemungkinan penyebabnya pertama faktor biologis, yakni ada kelainan di otak atau genetik. Kedua faktor psikodinamik,yaitu adanya gangguan perkembangan psikoseksual pada masa anakanak (seperti kasus sodomi pada anak di bawah umur). Ketiga faktor sosiokultural, yakni adat-istiadat yang memberlakukan hubungan homoseks dengan alasan tertentu yang tidak benar (seperti tradisi yang me-melihara gemblak di Ponorogo). Keempat, faktor lingkungan, yaitu keadaan lingkungan yang memungkinkan dan mendorong pasangan sesama jenis menjadi
erat. Namun dari penjelasan itu, nampaknya tiga faktor yang bersifat eksternal, selain biologis atau genetik paling masuk akal mampu menyeret seseorang menjadi penyimpangan seks. Karena perilaku seseorang tentu mencerminkan informasi yang dia serap tentang perbuatan itu
dari lingkungan sekitarnya. Bukan semata-mata karena faktor biologis. Faktor biologis hanyalah pendorong orang untuk berbuat, bukan yang menentukan jenis perbuatan yang harus dilakukan. Namun, homoseksual karena pengaruh sosiokultur dan lingkungan masih mungkin disembuhkan sehingga menjadi heteroseksual. Tentu semua tergantung pada motivasi yang bersangkutan,
kuat tidaknya kemauan, dan mampu tidaknya lepas dari pengaruh sosiokultur atau lingkungannya. Karena itu, homoseksual ada yang berhasil menjadi heteroseksual dan
ada yang tidak berhasil sehingga tetap menjadi homoseksual. Risikonya Tinggi Banget Lho!

BERKEMBANGNYA kehidupan homoseks hanya terjadi di negerinegeri
yang aturan hidupnya steril dari ajaran agama. Hawa kebebasan individu yang ditawarkan, mengizinkan mereka mengibarkan bendera pelangi sebagai simbol komunitas kaum homoseks. Jika paham permisif ini dibiarkan, boleh jadi kita akan memanen kebejatan moral masyarakat
di masa yang akan datang. Penularan HIV/AIDS atau mewabahnya Penyakit Menular Seksual
semakin meningkat. Sebagai orang muda, menurut buku “AIDS, PMS, dan Pemerkosaan”, remaja memiliki perilaku seksual yang berisiko tinggi untuk tertular penyakit menular seksual (PMS), termasuk HIV/AIDS. Konsultasi lebih lanjut perlu dilakukan, antara lain supaya ia pun dapat menemukan orientasi seksual yang tepat. Remaja yang gay (homoseksual), lesbian atau biseksual mempunyai prilaku berisiko tinggi, seperti halnya minum minuman beralkohol dan menggunakan obat terlarang, melakukan kegiatan seksual yang terlalu dini, merokok dan bunuh
diri, yang lebih sering daripada rekan sebayanya yang heteroseksual. Pelajar gay, lesbian atau biseksual memiliki kemungkinan membolos sekolah hampir lima kali dibanding yang lain, karena rasa takut dan mempunyai kemungkinan lebih dari empatkali diancam dengan menggunakan
senjata di lingkungan sekolah. Pelajar yang dilaporkan berorientasi homoseksual atau biseksual memiliki kemungkinan untuk menggunakan obat suntik lebih dari sembilan kali dibanding pelajar yang lain. Remaja gay, lesbian dan biseksual memiliki kemungkinan yang lebih besar
daripada pemuda lainnya untuk melakukan hubungan seksual, agar memiliki jumlah pasangan seksual yang lebih besar dan untuk dipaksa dalam kegiatan seksual. Para peneliti menjelaskan bahwa remaja homoseksual dan biseksual menghadapi peningkatan ketegangan seperti pengasingan emosional, penolakan masyarakat, dan rendahnya harga diri yang kemungkinan dapat meningkatkan perilaku berisiko

1 comments:

Anonymous said...

kayanya emang harus ada pendekatan yang lebih intens yang dilakuin kluarga mereka (yang bersangkutan), terutama ortu. tapi temen yang ngrasa dirinya bersih juga kudu andil untuk itu semua.....kenali gejala dan sinyal yang mreka kasih, sengaja pa gak